Holaaa
Hari ini aku mau cerita
tentang bully ! yak antara pembully dan yang dibully dengan proses bullying
yang tiiiiiiit. Semuanya bermula ketika aku pulang dari kegiatan
ekstrakulikuler SMP. SMP ? ya aku memang sudah menjadi obyek bully sedari dulu.
Gini nih ceritanya…
Di suatu sore yang cerah, aku
berjalan keluar melewati gerbang sekolah. Mungkin kira-kira pukul 16.30 wib,
aku melenggang dengan santai mencari wartel terdekat.{ Waktu itu memang ada
kegiatan pramuka yang wajib diikuti oleh anak kelas 7, ekstra ini melatih
kedisiplinan dan kehadirannya mempengaruhi nilai kewarganegaraan. Jadi mau
enggak mau semua warga kelas 7 mengikuti kegiatan yang menurutku (sok) tegas
itu. Aku benci ekstra ini, sungguh benci !. banyak sekali hal buruk yang aku
dapatkan dari ekstra ini.} Kebetulan sekolahku itu deket dengan pasar
tradisional, jadi untuk mendapatkan wartel aku harus berjalan melewati pasar
itu.
Entah karena perut lapar, atau emang lagi kelaparan aku memutuskan untuk
membeli jajanan pasar yang banyuaaakk sekali. Padahal uang jajanku hanya 5
ribu, dan tinggal seribu setelah aku membeli jajanan itu.
Dan disinilah bermula, aku
lupa kalau aku harus menghubungi orang rumah untuk menjemputku. Maklum
sekolahku jauh dari rumah, dan aku tidak diperbolehkan naik sepeda -_- Waktu
itu, dirumahku masih ada telpon rumah, jadi hanya dengan 350 perak aku sudah
bisa menghubungi orang rumah. Syukurlah :”. Aku mulai memasuki wartel
Me : *mencet 3686546 “tut…tut…tut”
Mbak : “ Ya Halo…”
Me :” Halo…ass, mbak jemput aku udah
selese ini….
Mbak :”Maaf ini dengan kantor direktorat
pajak, ada yang bisa saya bantu ?”
Me :………….*panik, tutup telepon
Aku syok, dari masuk pramuka
hari pertama hingga saat itu aku tidak pernah salah mencet no. telpon rumah.
Bisa dibilang, memori ingatanku cukup kuat. Amat sangat kuat malah kata ibuku.
Bahkan hingga saat ini, ketika telpon rumah sudah dicabut aku masih hafal
nomernya 3686546 !!! Aku mulai mengatur pernafasan, dan mulai menelopon lagi
Me :*mencet “tut..tut…tut”
Mbak :” Halo dengan kantor direktorat
pajak, ada yang bisa kami bantu ? ”
Me :*panic, tutup telepon
Tuhann…aku sudah menghabiskan
700 perakku, sedangkan uang sisaku cuman seribu. Aduh bagaimana ini ? Pikiranku
buntu. Panik mulai menjalari tubuh, keringatku mulai basah dan tanganku terasa
dingin. Ingin rasanya memuntahkan jajanan pasar, dan berharap muntahan itu
dapat berupa uang kembali. Dengan mengumpulkan tekat yang sangat kuat aku
memberanikan diri untuk memulai lagi.
Me :* mencet 3 6 8 6 5 4 6 tut tut tuut….
Mbak :”halo dengan kantor direktorat
jenderal pajak, ada yang bisa saya bantu ?”
Me :*menggumam frustasi “kok bisa kantor
pajak sih, ini telpon rumah saya 3 6 8 6 5 4 6”. Aku mulai melihat nominal, dan
sudah lebih dari 200 perak, suaraku mulai bergetar frustasi. “Ini nomer telpon
rumah saya !”
Mbak :”hahahhaha…hhahahha, zulfa zulfa, ini
aku mbak atik. Jemput dimana ?”
Me :”Wartel deket pasar “ Tutup dengan
kasar !
Gondok
banget mamennn…. Sedih aja rasanya dibully oleh kakak sendiri. Untung aja bapak
wartelnya baik. suruh membayar seribu doang. Mungkin karena sudah melihat
mukaku yang merah padam dan hampir nangis kali ya ? Enggak cuman sekali atau
dua kali aku dibully oleh kakakku sendiri. Bayangin aja, kakakku ada enam,
kalau setiap satu kakak membully aku setidaknya dua kali sehari, sudah berapa
banyak aku dibuuly dalam sehari ? seminggu? Sebulan ? setahun ? huaaaa aku
benci jadi adek paling kecil L